Pengertian Kultur Jaringan
Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa
asing disebut sebagai tissue culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan
adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. jadi, kultur
jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil
yang mempunyai sifat seperti induknya.
Kultur jaringan (Tissue Culture) merupakan salah satu
cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik
perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata
tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara
aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang
tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi
menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah
perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan
media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Prinsip Dasar Kultur
Jaringan
Kultur
jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tumbuhan seperti
protoplasma, sekelompok sel, jaringan atau organ serta menumbuhkannya dalam
kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali.
Teori
yang mendasari tehnik kultur jaringan adalah teori sel oleh Schawann dan
Scheleiden (1838) yang menyatakan sifat totipotensi ( total genetic potential)
sel, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan informasi genetik
dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang menjadi
tanaman utuh, jika kondisinya sesuai.
Manfaat Kultur Jaringan
• Melestarikan sifat tanaman induk
• Menghasilkan tanaman yang memiliki sifat sama
• Menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam
waktu yang singkat
• Dapat menghasilkan tanaman yang bebas virus
• Dapat dijadikan sarana untuk melestarikan plasma
nutfah
• Untuk menciptakan varietas baru melalui rekayasa
genetika. Sel yang telah direkayasa dikembangkan melalui kultur jaringan
sehingga menjadi tanaman baru secara lengkap
• Pelaksanaannya tidak tergantung pada musim.
Kelemahan Kultur
Jaringan
• Diperlukan biaya awal yang relatif tinggi
• Hanya mampu dilakukan oleh orang-orang tertentu,
karena memerlukan keahlian khusus
• Bibit hasil kultur jaringan memerlukan proses
aklimatisasi, karena terbiasa dalam kondisi lembap dan aseptik.
Keuntungan Kultur Jaringan
• Pengadaan bibit tidak
tergantung musim
• Bibit dapat diproduksi dalam
jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih cepat (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam
1 tahun dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)
• Bibit yang dihasilkan
seragam
• Bibit yang dihasilkan bebas
penyakit (menggunakan organ tertentu)
• Biaya pengangkutan bibit
relatif lebih murah dan mudah
• Dalam proses pembibitan
bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan lingkungan lainnya
• Dapat diperoleh sifat-sifat
yang dikehendaki
• Metabolit sekunder tanaman
segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman
dengan teknik kultur jaringan adalah:
a. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber
Eksplan
Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan
varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan
sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di
rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat
tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara
in-vitro.
b. Inisiasi Kultur
Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini
adalah pembuatan kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi
pertumbuhan baru (Wetherell, 1976). ini mengusahakan kultur yang aseptik atau
aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti
bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga
diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru,
sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya
paling kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya
(Wetherell, 1976).
c. Sentrilisasi
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur
jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow
dan menggunakan alat-alat yang juga sterail. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan
etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi
yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
d. Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul
Tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau
bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya
dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap
berikutnya. Pada tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang
terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau merangsang
terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung maupun
melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase
inisiasi, di dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon
dengan perbandingan yang dibutuhkan secara tepat (Wetherell, 1976). Hormon yang
digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan
sitokinin seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ).
e. Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar
Tujuan
dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat
untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke
lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya
terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan (Wetherell,
1976). Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke
media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung
sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan
secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih
ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut
dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus
atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran
tunas in-vitro dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran
yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini
tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap sebelumnya.
f. Aklimatisasi
Dalam
proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, tahap aklimatisasi planlet
merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala dalam produksi
bibit secara masal. Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan ke
lingkungan di luar botol seperti rumah kaca , rumah plastik, atau screen house
(rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut aklimatisasi. Aklimatisasi
adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan
secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media
tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang
siap ditanam di lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa
dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal
dengan keberhasilan yang tinggi.
Macam-Macam Kultur Jaringan
• Kultur
meristem, menggunakan jaringan (akar, batang, daun) yang muda atau meristematik
• Kultur anter, menggunakan kepala sari sebagai
eksplan
• Kultur
embrio, menggunakan embrio. Misalnya pada embrio kelapa kopyor yang sulit
dikembangbiakan secara alamiah
• Kultur
protoplas, menggunakan sel jaringan hidup sehingga eksplan tanpa dinding
• Kultur
kloroplas, menggunakan kloroplas. Kultur ini biasanya untuk memperbaiki atau
membuat varietas baru
• Kultur
polen, menggunakan serbuk sari sebagai eksplannya.