Memahami Konsep Islam Tentang Demokrasi (QS. Ali-Imran 159 dan Asy-syuura 38)


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Umat Islam seringkali kebingungan dengan istilah demokrasi. Di saat yang sama, demokrasi bagi sebagian umat Islam sampai dengan hari ini masih belum diterima secara bulat. Sebagian kalangan memang bisa menerima tanpa reserve, sementara yang lain, justru bersikap ekstrem. Menolak bahkan mengharamkannya sama sekali. Tak sedikit sebenarnya yang tidak bersikap sebagaimana keduanya. Artinya, banyak yang tidak mau bersikap apapun.Kondisi ini dipicu dengan banyak dari kalangan umat Islam sendiri yang kurang memahami bagaimana Islam memandang demokrasi.

Banyak orang apalagi masyarakat awam, beranggapan bahwa agama islam adalah agama demokrasi. Dan Islam mengajarkan kepada umatnya agar bermasyarakat dan bernegara dengan asas demokrasi Islam, dengan alasan Islam mengajarkan syura/permusyawaratan. Anggapan ini adalah anggapan yang amat salah dan tidak berdasar, sebab antara kedua istilah ini terdapat perbedaan yang amat mendasar, yang menjadikan keduanya bak timur dan barat, air dan api, langit dan bumi.
Islam telah menganjurkan musyawarah dan memerintahkannya dalam banyak ayat dalam al-Qur’an, ia menjadikannya sesuatu hal terpuji dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan negara; dan menjadi elemen penting dalam kehidupan umat, ia disebutkan dalam sifat-sifat dasar orang-orang beriman dimana keIslaman dan keimanan mereka tidak sempurna kecuali dengannya, ini disebutkan (dalam surat khusus, yaitu surat as syuura, Allah berfirman: Dan (bagi) orang-orang yg menerima (mematuhi) seruan Tuhannya & mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dgn musyawarat antara mereka; & mereka menafkahkan sebagian dari rezki yg kami berikan kpd mereka (Al Qur’an Surat: as Syuura: 38).



B.     Rumusan Masalah
Adapun masalah dalam makalah ini adalah:
1.      Apa itu Demokrasi ?
2.      Bagaimana pandangan ulama tentang demokrasi?
3.      Apa saja pinsip-prinsip demokrasi dalam islam?
4.      Apa saja persamaan dan perbedaan islam dan demokrasi?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dan manfaat dalam penulisan makalah ini adalah:
1.      Memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah seminar agama islam.
2.      Untuk mengetahui pandangan islam tentang demokrasi.


D.    Metode Penulisan
Metode dalam makalah ini yaitu metode deskriptif yang teknik studi kepustakaan atau literaturenya yaitu pengetahuan yang bersumber dari beberapa media tulis baik berupa buku, literature, dan media elektronik (internet) yang tentu ada kaitannya masalah-masalah yang dibahas di dalam makalah ini.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Demokrasi
Kata demokrasi yang bahasa Inggrisnya democracy berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu demos yang artinya rakyat, dan kratos berarti pemerintahan. Dalam pengertian ini, demokrasi berarti demokrasi langsung yang dipraktikkan di beberapa negara kota di Yunani kuno. Dengan demikian, demokrasi dapat bersifat langsung seperti yang terjadi di Yunani kuno, berupa partisipasi langsung dari rakyat untuk membuat peraturan perundang-undangan, atau demokrasi tidak langsung yang dilakukan melalui lembaga perwakilan. Demokrasi tidak langsung ini cocok untuk negara yang penduduknya banyak dan wilayahnya luas.
Secara etimologi Demokrasi berarti “Pemerintahan oleh Rakyat”. Inilah yang membedakan demokrasi dengan istilah-istilah pemerintahan lainnya di mana tidak mempunyai hak paten dari rakyat. Amerika mendefinisikan demokrasi sesuai dengan apa yang diucapkan oleh Presiden ke-16 mereka, Abraham Lincoln (1809-1865): “Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Dengan kata lain di dalam demokrasi terdapat partisipasi rakyat luas (public) dalam pengambilan keputusan yang berdampak kepada kehidupan bermasyarakat.

B.     Pandangan Ulama tentang Demokrasi
ü  Yusuf al-Qardhawi :
Menurut beliau, substansi demokrasi sejalan dengan Islam. Hal ini bisa dilihat dari beberapa hal, misalnya:
·         Dalam demokrasi proses pemilihan melibatkan banyak orang untuk mengangkat seorang kandidat yang berhak memimpin dan mengurus keadaan mereka. Tentu saja mereka tidak akan memilih sesuatu yang tidak mereka sukai. Demikian juga dengan Islam. Islam menolak seseorang menjadi imam shalat yang tidak disukai oleh makmum di belakangnya
·         Usaha setiap rakyat untuk meluruskan penguasa yang tiran juga sejalan dengan Islam. Bahkan amar makruf dan nahi mungkar serta memberikan nasihat kepada pemimpin adalah bagian dari ajaran Islam.
·         Pemilihan umum termasuk jenis pemberian saksi. Karena itu, barangsiapa yang tidak menggunakan hak pilihnya sehingga kandidat yang mestinya layak dipilih menjadi kalah dan suara mayoritas jatuh kepada kandidat yang sebenarnya tidak layak, berarti ia telah menyalahi perintah Allah untuk memberikan kesaksian pada saat dibutuhkan.
·         Penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas juga tidak bertentangan dengan prinsip Islam. Contohnya dalam sikap Umar yang tergabung dalam syura. Mereka ditunjuk Umar sebagai kandidat khalifah dan sekaligus memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah berdasarkan suara terbanyak. Sementara lainnya yang tidak terpilih harus tunduk dan patuh. Jika suara yang keluar tiga lawan tiga, mereka harus memilih seseorang yang diunggulkan dari luar mereka. Yaitu Abdullah ibn Umar. Contoh lain adalah penggunaan pendapat jumhur ulama dalam masalah khilafiyah. Tentu saja, suara mayoritas yang diambil ini adalah selama tidak bertentangan dengan nash syariat secara tegas.
·         Juga kebebasan pers dan kebebasan mengeluarkan pendapat, serta otoritas pengadilan merupakan sejumlah hal dalam demokrasi yang sejalan dengan Islam.
ü  Salim Ali al-Bahnasawi :
Menurut beliau, demokrasi mengandung sisi yang baik yang tidak bertentangan dengan islam dan memuat sisi negatif yang bertentangan dengan Islam. Sisi baik demokrasi adalah adanya kedaulatan rakyat selama tidak bertentangan dengan Islam. Sementara, sisi buruknya adalah penggunaan hak legislatif secara bebas yang bisa mengarah pada sikap menghalalkan yang haram dan menghalalkan yang haram. Karena itu, ia menawarkan adanya islamisasi sebagai berikut:
·         Menetapkan tanggung jawab setiap individu di hadapan Allah.
·         Wakil rakyat harus berakhlak Islam dalam musyawarah dan tugas-tugas lainnya.
·         Mayoritas bukan ukuran mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak ditemukan dalam Alquran dan Sunnah (al-Nisa 59) dan (al-Ahzab: 36).
·         Komitmen terhadap islam terkait dengan persyaratan jabatan sehingga hanya yang bermoral yang duduk di parlemen.

C.    Prinsip- Prinsip Demokrasi Menurut Islam
Adapun prinsip-prinsip demokrasi menurut Islam meliputi :
1.         Syura (Musyawarah)
Merupakan suatu prinsip tentang cara pengambilan keputusan yang secara eksplisit ditegaskan dalam al-Qur’an. Dalam praktik kehidupan umat Islam, lembaga yang paling dikenal sebagai pelaksana syura adalah ahl halli wa-l‘aqdi. Pada zaman khulafaurrasyidin lembaga ini lebih menyerupai tim formatur yang bertugas memilih kepala negara. Adapun yang menjadi dasar dilaksanakan nya musyawarah berdasarkan firman ALLAH SWT  dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 159 dan QS. Asy-Syuura ayat 38.
QS. Ali Imran ayat 159 :
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu (*). Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.
(*) Maksudnya : urusan yang berkaitan dengan hal-hal duniawi, seperti urusan dakwah, peperangan, politik, kemasyarakatan dan lain-lainya
Pada ayat diatas disebutkan petunjuk sikap yang diperintahkan untuk dilakukan Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi umatnya, khususnya ketika bermusyawarah. Walaupun secara redaksional perintah tersebut disematkan kepada Nabi SAW, namun pesan yang terdapat pada ayat tersebut bisa berlaku umum bagi tiap muslim yang melakukan musyawarah. Di isyaratkan pada ayat tersebut mengenai sikap yang harus dilakukan untuk mensukseskan musyawarah, sifat atau sikap tersebut yaitu sebagai berikut:
*      Lemah Lembut
Seseorang yang melakukan musyawarah, apalagi sebagai pemimpin, harus menghindari tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala.
*      Pemaaf
Sifat pemaaf dan sikap memaafkan dalam musyawarah sangat diperlukan karena tiada musyawarah tanpa pihak lain, sedangkan kejernihan pikiran bisa hadir bersamaan dengan hilangnya kekeruhan hati. Di sisi lain, orang yang bermusyawarah harus menyiapkan mental untuk selalu bersedia memberi maaf. Karena mungkin saja ketika bermusyawarah terjadi perbedaan pendapat, atau keluar kalimat-kalimat yang menyinggung pihak lain.
*      Meminta Ampunan Allah
Orang yang melakukan musyawarah harus menyadari kecerahan atau ketajaman pemikiran, serta analisis akal saja tidaklah cukup. Artinya, hasil pemikiran akal tidak boleh menghasilkan keputusan yang bisa melanggar aturan Allah SWT. Sayid Qutb (Tafsir Fizhilalil Qur’an) berpendapat bahwa sesungguhnya hukum dimuka bumi ini tidak ada, yang ada hanya hukum Allah SWT, maka jangan coba-coba membuat hukum tandingan untuk menandingi hukum Allah SWT (syariat Islam).
*      Membulatkan Tekad untuk melaksanakan hasil musyawarah dan bertawakal
Pesan terakhir ayat tersebut di dalam konteks musyawarah adalah setelah musyawarah usai dan telah terwujud hasil kesepakatan bersama, maka hendaknya setiap peserta musyawarah bertekad bulat untuk melaksanakan hasil musyawarah kemudian bertawakal atau berserah diri kepada Allah. Dengan bertawakal, maka seseorang akan bersyukur apabila apa yang diusahakan membuahkan hasil sesuai dengan harapannya. Namun apabila tidak sesuai harapan, maka dia bersabar dan tidak akan putus harapan sehingga akan berusaha kembali. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berserah diri.
QS. Asy-Syuura Ayat 38 :
     “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan    shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”
Kandungan QS. Asy-Syuura Ayat 38 :
Ayat ini menjelaskan bahwa beberapa sifat hamba Allah SWT yang baik, antara lain dirinya selalu menerima dan mematuhi seruan Allah SWT, selalu mendirikan salat yang telah diwajibkan kepadanya, serta menafkahkan sebagian rezekinya di jalan Allah.
Ayat ini juga telah mengajarkan kepada kita agar membiasakan diri melalui musyawarah dalam mengatasi berbagai persoalan, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, dan sebagai bagian dari warga negara. Dengan catatan, masalah tersebut tidak mempunyai penyelesaian atau dasar dalil yang kuat yang terdapat pada Al-Qur’an maupun hadits. Adapun bagi masalah yang sudah terdapat aturan yang jelas dan tegas di kedua sumber tersebut, maka tidak perlu dimusyawarahkan lagi.
2.     Al-‘adalah
Adalah keadilan, artinya dalam menegakkan hukum termasuk rekrutmen dalam berbagai jabatan pemerintahan harus dilakukan secara adil dan bijaksana. Tidak boleh kolusi dan nepotis. Arti pentingnya penegakan keadilan dalam sebuah pemerintahan ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam surat An-Nahl ayat 90 :
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

3.         Al-Musawah
Adalah kesejajaran, artinya tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari yang lain sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Penguasa tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif. Kesejajaran ini penting dalam suatu pemerintahan demi menghindari dari hegemoni penguasa atas rakyat.

4.         Al-Amanah
Adalah sikap pemenuhan kepercayaan yang diberikan seseorang kepada orang lain. Oleh sebab itu kepercayaan atau amanah tersebut harus dijaga dengan baik. Dalam konteks kenegaraan, pemimpin atau pemerintah yang diberikan kepercayaan oleh rakyat harus mampu melaksanakan kepercayaan tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab. Persoalan amanah ini terkait dengan sikap adil seperti ditegaskan Allah SWT dalam Surat an-Nisa’:58.
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

5.         Al-Masuliyyah
Adalah tanggung jawab. Sebagaimana kita ketahui bahwa kekuasaan dan jabatan itu adalah amanah yang harus diwaspadai, bukan nikmat yang harus disyukuri, maka rasa tanggung jawab bagi seorang pemimpin atau penguasa harus dipenuhi.  Dan kekuasaan sebagai amanah ini mememiliki dua pengertian, yaitu amanah yang harus dipertanggungjawabkan di depan rakyat dan juga amanah yang harus dipertanggung jawabkan di depan Tuhan.

6.         Al-Hurriyyah
Adalah kebebasan, artinya bahwa setiap orang, setiap warga masyarakat diberi hak dan kebebasan untuk mengeksperesikan pendapatnya. Sepanjang hal itu dilakukan dengan cara yang bijak dan memperhatikan al-akhlaq al-karimah dan dalam rangka al-amr bi-‘l-ma’ruf wa an-nahy ‘an al-‘munkar, maka tidak ada alasan bagi penguasa untuk mencegahnya. Bahkan yang harus diwaspadai adalah adanya kemungkinan tidak adanya lagi pihak yang berani melakukan kritik dan kontrol sosial bagi tegaknya keadilan. Jika sudah tidak ada lagi kontrol dalam suatu masyarakat, maka kezaliman akan semakin merajalela.

D.    Persamaan dan Perbedaan Islam dengan Demokrasi

ü  Persamaan Islam & Demokrasi
Dr. Dhiyauddin ar Rais mengatakan, Ada beberapa persamaan yang mempertemukan Islam dan demokrasi. Namun, perbedaannya lebih banyak. Persamaannya:
·         Jika demokrasi diartikan sebagai sistem yang diikuti asas pemisahan kekuasaan, itu pun sudah ada di dalam Islam. Kekuasaan legislatif sebagai sistem terpenting dalam sistem demokrasi diberikan penuh kepada rakyat sebagai satu kesatuan dan terpisah dari kekuasaan Imam atau Presiden. Pembuatan Undang-Undang atau hukum didasarkan pada alQuran dan Hadist, ijma, atau ijtihad. Dengan demikian, pembuatan UU terpisah dari Imam, bahkan kedudukannya lebih tinggi dari Imam. Adapun Imam harus menaatinya dan terikat UU. Pada hakikatnya, Imamah (kepemimpinan) ada di kekuasaan eksekutif yang memiliki kewenangan independen karena pengambilan keputusan tidak boleh didasarkan pada pendapat atau keputusan penguasa atau presiden, melainkan berdasarkan pada hukum-hukum syariat atau perintah Allah Swt.
·         Demokrasi seperti definisi Abraham Lincoln: dari rakyat dan untuk rakyat pengertian itu pun ada di dalam sistem negara Islam dengan pengecualian bahwa rakyat harus memahami Islam secara komprehensif.
·         Demokrasi adalah adanya dasar-dasar politik atau sosial tertentu (misalnya, asas persamaan di hadapan undang-undang, kebebasan berpikir dan berkeyakinan, realisasi keadilan sosial, atau memberikan jaminan hak-hak tertentu, seperti hak hidup dan bebas mendapat pekerjaan). Semua hak tersebut dijamin dalam Islam.

ü  Perbedaan Islam & Demokrasi
·         Demokrasi yang sudah populer di Barat, definisi bangsa atau umat dibatasi batas wilayah, iklim, darah, suku-bangsa, bahasa dan adat-adat yang mengkristal. Dengan kata lain, demokrasi selalu diiringi pemikiran nasionalisme atau rasialisme yang digiring tendensi fanatisme. Adapun menurut Islam, umat tidak terikat batas wilayah atau batasan lainnya. Ikatan yang hakiki di dalam Islam adalah ikatan akidah, pemikiran dan perasaan. Siapa pun yang mengikuti Islam, ia masuk salah satu negara Islam terlepas dari jenis, warna kulit, negara, bahasa atau batasan lain. Dengan demikian, pandangan Islam sangat manusiawi dan bersifat internasional
·         Tujuan-tujuan demokrasi modern Barat atau demokrasi yang ada pada tiap masa adalah tujuan-tujuan yang bersifat duniawi dan material. Jadi, demokrasi ditujukan hanya untuk kesejahteraan umat (rakyat) atau bangsa dengan upaya pemenuhan kebutuhan dunia yang ditempuh melalui pembangunan, peningkatan kekayaan atau gaji. Adapun demokrasi Islam selain mencakup pemenuhan kebutuhan duniawi (materi) mempunyai tujuan spiritual yang lebih utama dan fundamental.
·         Kedaulatan umat (rakyat) menurut demokrasi Barat adalah sebuah kemutlakan. Jadi, rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi tanpa peduli kebodohan, kezaliman atau kemaksiatannya. Namun dalam Islam, kedaulatan rakyat tidak mutlak, melainkan terikat dengan ketentuan-ketentuan syariat sehingga rakyat tidak dapat bertindak melebihi batasan-batasan syariat, alQuran dan asSunnah tanpa mendapat sanksi.


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan dengan Islam. Prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan dengan islam adalah keikutsertaan rakyat dalam mengontrol, mengangkat, dan menurunkan pemerintah, serta dalam menentukan sejumlah kebijakan lewat wakilnya. Adapun yang tidak sejalan adalah ketika suara rakyat diberikan kebebasan secara mutlak sehingga bisa mengarah kepada sikap, tindakan, dan kebijakan yang keluar dari ketetapan Hukum Allah.
Oleh karena itu, maka perlu sebuah sistem yang sesuai dengan ajaran Islam. Yaitu di antaranya:
1.      Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama.
2.      Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya.
3.      Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah.
4.      Suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi   pertimbangan utama dalam musyawarah. Contohnya kasus Abu Bakr ketika mengambil suara minoritas yang menghendaki untuk memerangi kaum yang tidak mau membayar zakat. Juga ketika Umar tidak mau membagi-bagikan tanah hasil rampasan perang dengan mengambil pendapat minoritas agar tanah itu dibiarkan kepada pemiliknya dengan cukup mengambil pajaknya.
5.      Musyawarah atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; bukan pada persoalan yang sudah ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan Sunah.
6.      Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-nilai   agama.
7.      Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga.
      

DAFTAR PUSTAKA

Annonym (2011).Kenegarawanan QS. Demokrasi atau Musyawarah. From http://jakarta45.wordpress.com/2011/09/01/kenegarawanan-qs-demokrasi-atau-musyawarah/, 29 Maret 2012
Pastipanji  (2008). Demokrasi Dalam Islam. From http://pastipanji.wordpress.com/2008/06/29/demokrasi-dalam-islam/, 29 Maret 2012
Akbar, Serena. (2011). Alquran Tentang Musyawarah. From http://serenaakbar1965.wordpress.com/2011/12/06/al-quran-tentang-musyawarah/, 29 Maret 2012
Andregustian  (2012). Isi kandungan Surah Ali-Imran ayat 159. From http://andregustian.blogspot.com/2012/02/isi-kandungan-surah-ali-imran-ayat-159.html, 29 Maret 2012
Annonym (2010). Islam dan Demokrasi. From http://islamlib.com/id/artikel/islam-dan-demokrasi,29 Maret 2012

Ditulis Oleh : Mochamad Saeffulloh // Rabu, Juli 18, 2012
Kategori: