Integrasi Islam dan Sains Dalam Pendidikan


A.     Al-Qur’an sebagai sumber Ilmu Pengetahuan

Kandungan Al-Qur’an berisi dasar-dasar segala ilmu pengetahuan, baik agama maupun umum termasuk sains. Dari segi perolehan,  ilmu dibagi dua yaitu ilmu aqaly dan sama’iy. Ilmu aqaly yaitu ilmu diperoleh melalui penelitian, seperti ilmu biologi, kimia dan sebagainya. Sedangkan ilmu sama’iy adalah ilmu yang didapat melalui pendengaran seperti ilmu bahasa dan sastra. Kemudian segi pemahaman objek-objek ilmu islam dapat digunakan tiga cara, yaitu melalui indera, akal dan hati. Berbagai cara ilmu pengetahuan serta objek-objeknya terutama indera dan akal semua bemuara pada otak sebagai pusat pemrosesan informasi yang akan diungkapkan oleh mulut manusia. Namun ilmu agama tidak cukup pemahaman melalui akal (otak) saja, akan tetapi juga melalui renungan spiritual (hati), sebab agama terfokus pada dua unsur kajian yaitu unsur gaib dan nyata.

Adanya dua unsur gaib dan nyata dalam bidang agama menunjukkan agama tidak sepenuhnya dipahami secara akal (otak) sebab akal tidak akan mampu menembus pemahaman ilmu gaib, melainkan wilayah pembahasan hati untuk menangkapnya. Adapun yang termasuk unsur gaib, seperti Allah, Malaikat, Jin, Kiamat, Surga, Neraka dan sebagainya. Sedangkan unsur nyata semua ciptaan Allah di atas muka bumi dan kolong langit, seperti manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, fenomena alam, benda-benda langit, lautan dan aneka ragam isinya, matahari, bulan, hujan dan sebagainya.

Unsur gaib, meskipun tidak Nampak secara kasak mata, tetapi umat islam tetap meyakininya (beriman) sebagai sebuah kebenaran dan kenyataan di alam yang lain. Sungguhpun berada di alam tidak Nampak, namun Allah sudah memberikan perumpamaan atau kiasan kepada manusia sebagai bahan pembelajaran. Artinya Allah membelajarkan menusia masalah gaib dapat menemukan secara konkrit melalui miniature atau modelnya yang menyerupai bentuk aslinya. Baik unsur gaib maupun unsur nyata di alam dunia ini semua dapat dipahami melalui akal (berpikir).

Adapun hubungannya dengan kajian sains bahwa semua bertumpu pada masalah yang bisa diteliti, diamati, dan dipelajari secara seksama artinya pembelajaran sains pendekatannya menggunakan hal-hal yang konkrit. Untuk memahami segala macam sains sudah pasti menggunakan andalan akal (otak), sebab ia berhadapan dengan masalah konkrit (nyata). Dengan demikian antara agama dengan sains ada sesuatu yangsama yaitu sama-sama menggunakan potensi otak untuk berbagai tujuan manusia, sepertimengamati, menganalisa, mengkritisi, membandingkan, menyimpulkan dan sebagainya. Secara sederhana, hubungan agamadengan sains dapat digambarkan dalam bentuk diagram di bawah ini:

B.     Nilai Islami Dalam Ilmu Biologi

Naquib Al-Attas seorang falsafah islam menyebutkan ilmu yang datang dari Allah diperoleh melalui cara atau saluran:
1. Panca indera (sound senses/hawass salimah) yang meliputi  pancaindera eksternal (peraba, perasa, pencium, pendengaran dan penglihatan) dan pancaindera internal (common sense, representation, estimation, recollection/retention dan imagination)
2. Kabar yang benar (khabar shadiq) berdasarkan autoritas (naql) yang meliputi: otoritas multak (otoritas ketuhanan (al-Qur’an) dan kenabian (hadist rosulullah saw.); otoritas nisbi (kesepakatan alim ulama/tawatur dan khabar orang terpercaya secara umum.

Intelek (intellect/’aql) yang meliputi: ‘akal sehat /sound reason dan ilham/intuition/hads/wildan.

Akal merupakan faktor utama dalam proses mendapatkan ilmu. Faktor akal ini yang membedakan manusia dari hewan, maka dapat diterima dalam menemukan  ilmu biologi Islam, penggunaan pancaindera yang sehat dan akal yang sehat untuk memahami kebenaran hakekat dari fenomena hayati organisme tumbuhan dan hewan/manusia yang hidup.

Fenomena biologi umumnya bersifat fisik yang mudah ditangkap oleh indera.  Oleh karena itu biologiwan sedikit mendapat penjelasan secara ilhami.   Meskipun demikian , dalam perjalanannya sering kita dengar berita dari para penemu sains terjadinya “lucky discovery”. Penemuan yang muncul tiba-tiba. Ilham/intuisi yang mengakhiri kemandegan saintis dalam pencarian ilmunya.

Aristoteles 300 SM menyatakan pemikirannya, tentang Pendapat ini terkenal dengan teori abiogenesis (mahluk muncul begitu saja dari barang mati) atau juga disebut teori generatio spontanea (mahluk itu terjadi begitu saja muncul secara spontan). 

Yang kemudian, oleh Spallanzani (1729-1799) yang membuktikan bahwa tidak ada kehidupan baru dari benda mati.  Pendapat ini dikenal dengan semboyan Omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo (kehidupan itu berasal dari telur, dan telur itu berasal dari sesuatu yang hidup).  Mahluk hidup atau bakteri itu adalah entitas mikroorganisme yang wujudnya tersusun dari makro-molekul protein (daginsg). Bakteri adalah mahluk hidup yang dapat bergerak dan berbiak, bukan hanya molekul protein (daging) yang tidak bernyawa.

Penelitian saintis barat tersebut belum dapat menjawab dari mana asal mahluk kecil (bakteri) bermula.

Hanyalah wahyu yang dapat menjawab pertanyaan dari mana dan bagaimana substansi protein itu menjadi hidup. Memberikan panduan bagaimana fase-fase peristiwa (urutan-urutan) penciptaan makhluk (embriologi).

Yakni pada QS. Al-Mu’minun ayat 14:
Artinya: Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.

Pada fase akhir,  Allah menyatakan Dengan ditiupkan roh ke dalam tubuhnya, maka jadilah makhluk. Tugas saintis ahli embriologi untuk mengelaborasi fase-fase perkembangan embrio tersebut sehingga dikenali lebih jelas bagaimana agar embrio berkembang normal berdasarkan perhitungan kesehatan. Adapun permasalahan ruh pada mahluk hidup sulit dijelaskan, karena memang manusia hanya diberi sedikit ilmu tentang ruh di dalam Al-Qur’an.

Ayat-ayat Alquran tidak satu pun yang menentang ilmu pengetahuan, tetapi sebaliknya banyak ayat-ayat Alquran menghasung dan menekankan kepentingan ilmu pengetahuan. Bahkan salah satu pembuktian tentang kebenaran Alquran adalah ilmu pengetahuan dan berbagai disiplin yang diisyaratkan. Memang terbukti, bahwa sekian banyak ayat-ayat Alquran yang berbicara tentang hakikat-hakikat ilmiyah yang tidak dikenal pada masa turunnya, namun terbukti kebenarannya di tengah-tengah perkembangan ilmu, seperti:

a) Matahari adalah planet yang bercahaya sedangkan bulan adalah pantulan cahaya matahari. QS: Yunus ayat 5:

Artinya: Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.

b) Bumi bergerak mengelilingi matahari pada QS. An Naml ayat 88:

Artinya: Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

c) Bahwa manusia diciptakan dari sebagian kecil sperma pria dan setelah fertilisasi (pembuahan) berdempet di dinding rahim pada QS. At Thaariq ayat 6:

Artinya: Dia diciptakan dari air yang terpancar. yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada.

d)   Ayat tentang bagaimana tumbuhan melakukan reproduksi pada QS. Al-hijr ayat 22:

Artinya: Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.

Banyak lagi yang lain tidak mungkin dikemukakan satu persatu, sehingga tepat sekali kesimpulan yang dikemukakan Dr. Murice Bucaille, bahwa tidak satu ayat pun dalam Alquran yang bertentangan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

C. Integrasi Sains & Islam pada Pendidikan

Dengan mengetahui seluruh “duduk perkara” sains dan Islam di atas, tampak bahwa hakekat persoalannya adalah memadukan agar pada setiap aktivitas kita, setelah ada kerja keras dari kekuatan tubuh kita, ada kerja cerdas berdasarkan sains dan kerja ikhlas berdasarkan Islam.

Dalam dunia pendidikan, yang biasanya akan dikembangkan pada seorang anak didik adalah olah fikirnya (kognitif), sikapnya (afektif) dan life-skill-nya (psikomotorik). Di sinilah perlu penelaahan yang mendalam agar di setiap aspek ada muatan sains dan Islam secara sinergi. Bahkan lebih jauh lagi, beberapa mata pelajaran bisa dipadukan sehingga tercipta suatu fokus yang berguna secara praktis.

Contohnya apabila mengajarkan matematika: anak-anak diminta menghitung berapa Rupiah yang dibayarkan bila yang dijual sepuluh kilo beras dan dua kilo gula pasir (matematika). Lalu diberikan hukum-hukum Islam tentang larangan mengurangi timbangan (agama).

Ditulis Oleh : Mochamad Saeffulloh // Minggu, Mei 06, 2012
Kategori: