HUKUM ISLAM TENTANG MUAMALAH



2.1   Pengertian Muamalah
Muamalah merupakan bagian dari hukum Islam yang mengatur hubungan antara seseorang dan orang lain. Contoh hukum Islam yang termasuk muamalah, seperti jual beli.
Dari pengertian muamalah tersebut ada yang berpendapat bahwa muamalah hanya menyangkut permasalahan hak dan harta yang muncul dari transaksi antara seseorang dengan orang lain atau antara seseorang dan badan hukum atau antara badan hukum yang satu dan badan hukum yang lain.
2.2    Asas-asa Transaksi Ekonomi Dalam Islam
Ekonomi adalah sesuatu yang berkaitan dengan cita-cita dan usaha manusia untuk meraih kemakmuran, yaitu untuk mendapatkan kepuasan dalam memenuhi    segala  kebutuhan hidupnya.
Transaksi ekonomi maksudnya perjanjian atau akad dalam bidang ekonomi, misalnya dalam jual beli, sewa-menyewa, kerjasama di bidang pertanian dan perdagangan. Contohnya transaksi jual beli.
Dijelaskan bahwa dalam setiap transaksi ada beberapa prinsip dasar (asas-asas)            yang    diterapkan     syara’,  yaitu:
1)      Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan transaksi, kecuali apabila transaksi itu menyimpang dari hukum syara’, misalnya memperdagangkan barang haram. (Q. S. Al-Ma’idah, 5: 1!)
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.”
2)      Syarat-syarat transaksi dirancang dan dilaksanakan secara bebas tetapi penuh tanggung jawab, tidak menyimpang dari hukum syara’ dan adab sopan santun.
3)      Setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa ada paksaan dari pihak mana pun. (Lihat Q.S. An-Nisa’ 4: 29!)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
4)      slam mewajibkan agar setiap transaksi, dilandasi dengan niat yang baik dan ikhlas karena Allah SWT, sehingga terhindar dari segala bentuk penipuan, dst.
Hadis Nabi SAW menyebutkan: ”Nabi Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung unsur penipuan.” (H.R. Muslim)
5)      Adat kebiasaan atau ’urf yang tidak menyimpang dari syara’, boleh digunakan untuk menentukan batasan atau kriteria-kriteria dalam transaksi. Misalnya, dalam akad sewa-menyewa rumah.
Insya Allah jika asas-asas transaksi ekonomi dalam Islam dilaksanakan, maka tujuan filosofis yang luhur dari sebuah transaksi, yakni memperoleh mardatillah (keridaan Allah SWT) akan terwujud.

2.3    Pengertian Jual Beli
Secara etimologis, jual beli berarti menukar harta dengan harta. Sedangkan, secara terminologi, jual beli memiliki arti penukaran selain dengan fasilitas dan kenikmatan.
Menjual adalah memindahkan hak milik kepada orang lain dengan harga, sedangkan membeli yaitu menerimanya. Allah telah menjelaskan dalam kitab-Nya yang mulia demikian pula Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dalam sunnahnya yang suci beberapa hukum muamalah, karena butuhnya manusia akan hal itu, dan karena butuhnya manusia kepada makanan yang dengannya akan menguatkan tubuh, demikian pula butuhnya kepada pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan sebagainya dari berbagai kepentingan hidup serta kesempurnaanya.
Hukum Jual Beli
Jual beli adalah perkara yang diperbolehkan berdasarkan al Kitab, as Sunnah, ijma serta qiyas :
Ø  Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al Baqarah: 275
 ” Dan Allah menghalalkan jual beli ”
Ø  Allah Ta’ala juga berfirman dalam surat Al Baqarah : 198
” Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan)      dari      Tuhanmu“
Dan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Dua orang yang saling berjual beli punya hak untuk saling memilih selama mereka tidak saling berpisah, maka jika keduianya saling jujur dalam jual beli dan menerangkan keadaan barang-barangnya (dari aib dan cacat), maka akan diberikan barokah jual beli bagi keduanya, dan apabila keduanya saling berdusta dan saling menyembunyikan aibnya maka akan dicabut barokah jual beli dari kedianya “ (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i, dan shahihkan oleh Syaikh Al Bany dalam shahih Jami no. 2886)
Dalam jual beli ada yang dinamakan dengan Rukun dan Syarat Jual Beli, diantaranya :
Ø  Orang yang melaksanakan akad jual beli (penjual dan pembeli).
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli adalah:
v  Berakal
v  Balig
v  Berhak menggunakan hartanya
Ø  Sigat atau ucapan ijab dan Kabul         
Ulama fiqih sepakat bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan antara penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus diwujudkan melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan kabul (dari pihak     pembeli).
Ø  Barang yang diperjualbelikan
Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan antara lain:
v  Barang yang diperjualbelikan sesuatu yang halal
v  Barang itu ada manfaatnya
v  Barang itu ada di tempat, atau tidak ada tetapi sudah tersedia di tempat lain
v   Barang itu merupakan milik si penjual atau di bawah kekuasaannya
v  Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan pembeli dengan jelas.
Ø  Nilai tukar barang yang dijual (pada zaman modern sekarang ini berupa uang)
Syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual adalah:
v  Harga jual yang disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.
v  Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli.
v  Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-Muqayadah (nilai tukar barang yang dijual bukan berupa uang tetapi berupa barang) dan tidak boleh ditukar dengan barang haram.
Ada beberapa macam Jual Beli, yaitu :
1)      Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya.
2)      Jual beli yang terlarang dan tidak sah (batil) yaitu jual beli yang salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan (disesuaikan dengan ajaran Islam).
Contoh :
a.       Jual beli sesuatu yang termasuk najis, seperti bangkai dan daging babi.
b.      Jual beli air mani hewan ternak.
c.       Jual beli hewan yang masih berada dalam perut induknya (belum lahir).
d.      Jual beli yang mengandung unsur kecurangan dan penipuan.

3)      Jual beli yang sah tetapi terlarang (fasid).
Karena sebab-sebab lain misalnya:
a.       Merugikan si penjual, si pembeli, dan orang lain.
b.      Mempersulit peredaran barang.
c.       Merugikan kepentingan umum.
Contoh :
1.      Mencegat para pedagang yang akan menjual barang-barangnya ke kota, dan membeli barang-barang mereka dengan harga yang sangat murah, kemudian menjualnya di kota dengan harga yang tinggi.
2.      Jual beli dengan maksud untuk ditimbun terutama terhadap barang vital.
3.      Menjual barang yang akan digunakan oleh pembelinya untuk berbuat maksiat.
4.      Menawar sesuatu barang dengan maksud hanya untuk memengaruhi orang lain agar mau membeli barang yang ditawarnya, sedangkan orang yang menawar barang tersebut adalah teman si penjual (najsyi).
5.      Monopoli yaitu menimbun barang agar orang lain tidak membeli, walaupun dengan melampaui harga pasaran.

Ditulis Oleh : Mochamad Saeffulloh // Jumat, Mei 04, 2012
Kategori: