Ini adalah cerita satu tahun yang lalu ketika saya baru saja tinggal sebagai penduduk kota suci makkah. singkat cerita, kami berteman akrab dengan seorang TKI asal jombang yang bekerja menjadi OB di sebuah kantor yang mengurusi tentang perhotelan.
dia banyak bercerita bahwa dia beruntung mendapatkan para pekerja dan bos di kantornya yang berhati baik. bahkan dia sempat berkata kepada saya dan seorang ustadz saya untuk dapat sekedar silaturohim ke kantornya; walau hanya bertegur sapa dengan para pembesar di kantor teman saya terebut. karena kebiasaan orang arab akan merasa senang dengan kunjungan silaturohim dari pelajar, terlebih dari seorang da’i.
suatu hari saya dan seorang ustadz merencanakan untuk mengunjungi kator tersebut; selain untuk silaturohim, kedatangan kami juga untuk meminta pertimbangan kepada seorang pembesar di kantor tersebut tentang sebuah permasalahan besar yang ketika itu sedang kami hadapi.
sebelumnya kami sudah membuat janji, sehingga ketika kami sampai di depan kantor, kami sudah dijemput seorang karyawan kantor tersebut sampai ke meja sang direktur.
basa-basi kami mengawali percakapan, menanyakan kabarnya dan keluarganya. sehingga sampai pada giliran kami untuk memperkenalkan diri, kami agak bingung bagaimana harus memperkenalkan diri. kemudian dengan menggunakan bahasa arab yang rapi, ustadz saya tersebut memperkenalkan “saya shofi alumni ummul quro, saudara dari akhi imam yang bekerja di kantor bapak sebagai office boy; selain silaturohim kami juga ingin meminta tolong bapak…” belum sempat menyelesaikan kata, direktur kantor tersebut tiba-tiba memotong perkataan kami.
“anda muslim??” dia bertanya dengan nada serius, pertanyaan ini tentu membuat kami gelagapan dan bingung. karena kita semua tahu, hanya orang islam sajalah yang dapat memasuki kota suci makkah. terlebih dengan tampilan dan sikap kita pastilah cukup menunjukkan bahwa kita seorang muslim. tapi mengapa dia justru bertanya demikian, itu yang membuat kami terdiam.
“anda muslim??” sekali lagi dia bertanya. dan spontan kami serempak menjawab “aiwah, thob’an nahnu muslim” (ya, pastilah kami muslim), jawab kami sambil tak tahu bagaimana harus memasang raut muka (TE: tanpa ekspresi)
direktur itu justru tersenyum, kemudian berkata “berarti kalian saudaraku. tak usahlah berpayah-payah kalian menjelaskan siapa kalian; jika kalian muslim, maka kalian saudaraku, dan aku siap membantumu sebagai sesama muslim”
-----------------------------------------------
subhanallah, hati saya berdesir. inilah pertama kalinya saya dibuat takjub dengan orang mesir yang bertampang biasa ini. rambutnya klimis, memakai jas dan dasi yang rapi. senyumnya yang ramah mampu mendinginkan suasana yang sempat terdiam.
kawan, saya yakin seperti inilah akhlaq seorang muslim terhadap muslim yang lainnya. selagi saudara kita masih seorang muslim patutlah kita untuk saling membantu, menjaga dan menghormati; bukan mengolok-olok dan merasa benar.
kini kita bisa sedikit bercermin dari kisah pendek ini, masihkah ada dari kita yang mengangkat islam sebagai dasar dalam mengambil sebuah sikap? atau justru meninggalkan islam dan mengangkat dasar pemikiran lain untuk mengambil sebuah sikap?
bertemanlah karena kita sesama muslim; dan musuhilah kalau diantara kita memusuhi islam… jangan diantara kita sesama muslim saling bermusuhan hanya karena negara kita tidak rukun; tetapi perangilah orang yang memusuhi islam, walaupun dia tinggal dalam negara yang sama… allahu a’lam bish showab
http://rafiqjauhary.wordpress.com/2010/09/15/sesama-muslim-saling-bersaudara/
dia banyak bercerita bahwa dia beruntung mendapatkan para pekerja dan bos di kantornya yang berhati baik. bahkan dia sempat berkata kepada saya dan seorang ustadz saya untuk dapat sekedar silaturohim ke kantornya; walau hanya bertegur sapa dengan para pembesar di kantor teman saya terebut. karena kebiasaan orang arab akan merasa senang dengan kunjungan silaturohim dari pelajar, terlebih dari seorang da’i.
suatu hari saya dan seorang ustadz merencanakan untuk mengunjungi kator tersebut; selain untuk silaturohim, kedatangan kami juga untuk meminta pertimbangan kepada seorang pembesar di kantor tersebut tentang sebuah permasalahan besar yang ketika itu sedang kami hadapi.
sebelumnya kami sudah membuat janji, sehingga ketika kami sampai di depan kantor, kami sudah dijemput seorang karyawan kantor tersebut sampai ke meja sang direktur.
basa-basi kami mengawali percakapan, menanyakan kabarnya dan keluarganya. sehingga sampai pada giliran kami untuk memperkenalkan diri, kami agak bingung bagaimana harus memperkenalkan diri. kemudian dengan menggunakan bahasa arab yang rapi, ustadz saya tersebut memperkenalkan “saya shofi alumni ummul quro, saudara dari akhi imam yang bekerja di kantor bapak sebagai office boy; selain silaturohim kami juga ingin meminta tolong bapak…” belum sempat menyelesaikan kata, direktur kantor tersebut tiba-tiba memotong perkataan kami.
“anda muslim??” dia bertanya dengan nada serius, pertanyaan ini tentu membuat kami gelagapan dan bingung. karena kita semua tahu, hanya orang islam sajalah yang dapat memasuki kota suci makkah. terlebih dengan tampilan dan sikap kita pastilah cukup menunjukkan bahwa kita seorang muslim. tapi mengapa dia justru bertanya demikian, itu yang membuat kami terdiam.
“anda muslim??” sekali lagi dia bertanya. dan spontan kami serempak menjawab “aiwah, thob’an nahnu muslim” (ya, pastilah kami muslim), jawab kami sambil tak tahu bagaimana harus memasang raut muka (TE: tanpa ekspresi)
direktur itu justru tersenyum, kemudian berkata “berarti kalian saudaraku. tak usahlah berpayah-payah kalian menjelaskan siapa kalian; jika kalian muslim, maka kalian saudaraku, dan aku siap membantumu sebagai sesama muslim”
-----------------------------------------------
subhanallah, hati saya berdesir. inilah pertama kalinya saya dibuat takjub dengan orang mesir yang bertampang biasa ini. rambutnya klimis, memakai jas dan dasi yang rapi. senyumnya yang ramah mampu mendinginkan suasana yang sempat terdiam.
kawan, saya yakin seperti inilah akhlaq seorang muslim terhadap muslim yang lainnya. selagi saudara kita masih seorang muslim patutlah kita untuk saling membantu, menjaga dan menghormati; bukan mengolok-olok dan merasa benar.
kini kita bisa sedikit bercermin dari kisah pendek ini, masihkah ada dari kita yang mengangkat islam sebagai dasar dalam mengambil sebuah sikap? atau justru meninggalkan islam dan mengangkat dasar pemikiran lain untuk mengambil sebuah sikap?
bertemanlah karena kita sesama muslim; dan musuhilah kalau diantara kita memusuhi islam… jangan diantara kita sesama muslim saling bermusuhan hanya karena negara kita tidak rukun; tetapi perangilah orang yang memusuhi islam, walaupun dia tinggal dalam negara yang sama… allahu a’lam bish showab
http://rafiqjauhary.wordpress.com/2010/09/15/sesama-muslim-saling-bersaudara/