Mengemis itu "Memberi"

Nadia berlari-lari kecil menuju teras rumah. Tangannya menenteng pecahan uang seribuan. Matanya berbinar. Hatinya berbunga-bunga. Gadis yang manis, gadis yang baik.

Tiba di depan pintu hatinya tertegun. Ini lagi! Ini lagi! Hatinya berontak. Wajahnya berubah kecut. Masam. Sangat tidak enak dilihat. Tapi, Nadia seperti tak punya daya. Ia menyerahkan pecahan ribuan itu kepada si pengemis.

Dari jauh Pak Ustadz memperhatikan wajah Nadia yang berubah. Setelah pengemis menghilang dari pandangan dan Nadia berbalik, Pak Ustadz bertanya lembut.

“Kenapa wajahmu, Nak. Kok tiba-tiba berubah kecut?”

Nadia, gadis terkecil, putri Pak Ustadz mulanya tak mau menjawab. Namun, setelah ayahnya sedikit memaksa, ia akhirnya mau bicara.

“Abi, Nadia tuh kesel sama pengemis itu. Sering banget deh ia ke sini. Kayaknya baru minggu kemarin ia ke sini, eh sekarang sudah ke sini lagi….”

“Memang kalau sering ke sini terus kenapa?”

“Lho, kan Abi sendiri yang sering bilang kalau ‘memberi itu lebih baik daripada meminta’. Kalau pengemis itu terus-terusan ke sini, kapan pengemis itu punya waktu untuk memberi ke kita. Masa meminta terus?!”

Pak Ustadz tersenyum melihat ucapan Nadia. Dalam hatinya ia bersyukur Allah memberikan gadis yang cerdas kepadanya. Semoga ia menjadi anak yang sholehah, batin Pak Ustadz.

“Nadia, pengemis itu juga memberi kepada kita. Setiap kedatangannya selalu memberi. Kita dan pengemis itu sebenarnya saling memberi.”

Nadia tertegun. Ia bingung dengan ucapan ayahnya.

“Pengemis itu memberi…..” gumam Nadia.

“Ya, benar! Pengemis itu memberi kesempatan kepada kita untuk memberikan sedikit rezeki yang kita punyai. Coba Nadia pikir, bagaimana kalau pengemis itu tidak datang ke sini? Kita jadi tidak memberi-kan?”

Nadia manggut-manggut mendengar ucapan ayahnya.

“Dan ingat Nadia, tidak sedikit pengemis yang datang khusus memberi doa kepada kita karena kebaikan kita selama ini.”

Nadia kini tersenyum. Hatinya lega.

“Anakku, “kata Pak Ustadz sambil mengelus kepala Nadia.

“Setiap makhluk ciptaan Allah itu ditakdirkan untuk ‘memberi’, bukan meminta. Matahari memberi cahaya. Angin memberi hawa sejuk. Laut memberi ikan. Lebah memberi madu. Indahkan kalau kita memberi.”

Nadia memeluk ayahnya. Ah, betapa bahagianya ia memiliki ayah yang demikian baik hati. * * *

Oleh : Sigit Widiantoro
http://fiksi.kompasiana.com/group/prosa/2010/07/07/mengemis-itu-memberi/

=========================================================================
Jika anda berkenan, mari kita berbagi dengan anak-anak korban lumpur lapindo yang ingin bersekolah. silahkan baca di http://bit.ly/bTqhWR

Ditulis Oleh : Mochamad Saeffulloh // Rabu, Juni 30, 2010
Kategori: